Hutan Borneo, Tabungan Alam

12.36 anggiwiranata


Dulu, hampir seluruh Borneo tertutup hutan. Hari ini, tersisa sekitar separuh dari hutan yang masih mampu menyelimuti Borneo. Antara tahun 1985 dan 2005, Borneo kehilangan rata-rata 850.000 hektar setiap tahunnya.

Satu lagi fungsi penting hutan yang semakin disadari adalah melindungi planet bumi dari perubahan iklim dengan cara menyerap karbon dioksida (CO2), salah satu gas rumah kaca yang dominan. Semua bagian dari pohon, baik batang, cabang, akar, bahkan tanah dapat menyerap CO2.

Jika hutan rusak atau menurun kualitasnya akibat kegiatan seperti penebangan kayu, kebakaran hutan dan konversi hutan alam menjadi lading dan sawah, hutan akan kehilangan kekuatannya untuk menyimpan karbon dan bahkan akan melepaskan sejumlah besar CO2. Menurut WRI, CATT, 2007, kerusakan hutan maupun perubahan fungsinya menjadi lahan pertanian, apalagi dengan cara membakar, akan menyumbang persentase terbesar, sekitar 19%, untuk pelepasan gas rumah kaca dibanding sektor transportasi dan industri manufaktur. Dengan demikian, hilangnya hutan dapat meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca yang memicu perubahan dalam pola iklim bumi. Akibatnya terjadi peristiwa bencana cuaca, seperti badai, kekeringan dan banjir.

Laporan WWF berjudul Borneo Treasure Island at Risk menyatakan bahwa pada tahun 1997/1998 sekitar 9,7 juta hektar hutan dan lahan non hutan di wilayah Indonesia rusak akibat kebakaran hutan. Emisi karbon yang dihasilkan sekitar 0,8 – 2,5 Gigaton selama masa kebakaran hutan tersebut. Ini setara dengan 13 – 40% emisi karbon tiap tahunnya yang dihasilkan bahan bakar fosil. Kebakaran di hutan Borneo pada masa itu member akibat yang sangat signifikan, yaitu sekitar 6,5 juta hektar hutan hilang. Menjadikan Indonesia berada di tempat ketiga sebagai emitor karbon secara global.

Reputasi Borneo sebagai pusat megabiodiversitas dunia dengan daya tarik budaya dan ilmu pengetahuan member kebanggaan bagi Indonesia. Namun di sisi lain, predikat sebagai sumber penyuumbang asap dan pelepas karbon terutama saat musim kemarau bukan hal yang menyenangkan untuk disandang. Karenanya, pengelolaan hutan Borneo menjadi agenda bagi WWF-Indonesia untk mendukung komitmen pemerintah Indonesia bersama Malaysia dan Brunei Darussalam dalam menjaga dan memanfaatkan sumberdaya alam Borneo secara berkelanjutan.

Ada sebuah pemahaman penting yang perlu ditanamkan yaitu hutan adalah tabungan alam, dimana standing trees are more valuable than felled trees. Memberi nilai ekonomi pada hutan Borneo dengan membiarkan pohon-pohonnya tetap berdiri tegak di lantai Borneo adalah suatu upaya melindungi Borneo agar terus bermanfaat bagi masyarakat. Melalui skema Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation (REDD) serta peremajaan hutan (penanaman hutan kembali), diharapkan hutan Borneo bias bertahan pada titik aman yang memastikan manfaatnya dapat terus dinikmati dari generasi ke generasi. (WWF-Indonesia)